Sudah Belajar kok masih Remedial

Sudah belajar malam hari saat mau ujian kok masih remedial?

 

Padahal aku udah belajar 2 jam pas mau ujian, nilai kok ga pernah nambah-nambah. Lah, kan seharusnya begitu nilai itu sejalan dengan usaha. Tentu ketika kamu melihat dunia luar ujian itu akan datang tanpa perlu disapa, mereka sebagai manusia harus siap menerima ujian datang kapanpun. Lantas manusia harus belajar setiap saat untuk menenangkan jiwa dan kalaupun hasil kurang baik, mereka akan merefleksikan kembali kegiatan mereka untuk memperbaiki kemudian. Nah, memperbaikinya ini harus langsung tidak menunggu seminggu baru refleksi. Why? Manusia itu cenderung akan mengingat kesalahan yang membuat dia membekas, karena membekas refleksi diharus langsung agar satu paket memperbaikinya.

Oke coba kita lihat temen kita dan dirikita.

coba deh pikirkan sejenak :

  • Teman kamu belajar, sedangkan kamu asyik sendiri dengan kerjaan kamu
  • Teman kamu rela lembur dan begadang demi belajar, sedangkan kamu malah enakan tidur
  • Teman kamu terus-terusan tanya sana-sini demi mengerti, sedangkan kamu belajar sendiri dengan waktu yang cukup singkat
  • Teman kamu blablabla (yang ga enaknya lah pokonya), sedangkan kamu blabalabla (yang enak-enaknya aja)
  • Teman kamu merefleksikan kesalahannya dalam ujian, sedangkan kamu malah ga mau mikirin lagi.

Seharusnya dengan berpikir sejenak kalian tahu bahwa usaha dan itu akan sebanding lurus dengan hasil. Maka kenapa dalam islam ilmu dunia dan akhirat itu harus seimbang.

Fenomena siswa yang tetap memerlukan remedial meskipun sudah melalui proses pembelajaran menjadi perhatian penting dalam dunia pendidikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai efektivitas pembelajaran yang dilakukan, kesiapan siswa dalam belajar, serta faktor-faktor lain yang memengaruhi hasil belajar mereka. Kajian ini bertujuan untuk menggali secara mendalam mengapa siswa yang sudah belajar masih memerlukan remedial dan bagaimana pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Salah satu alasan utama siswa tetap memerlukan remedial adalah perbedaan tingkat pemahaman antar individu. Setiap siswa memiliki kecepatan belajar dan gaya belajar yang berbeda. Ada siswa yang lebih mudah memahami materi melalui penjelasan verbal, sementara yang lain lebih suka pendekatan visual atau praktis. Ketika metode pembelajaran yang digunakan oleh guru tidak sesuai dengan gaya belajar siswa tertentu, maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan untuk memahami materi yang diajarkan. Hal ini dapat menyebabkan kesenjangan dalam pemahaman dan hasil belajar.

Selain itu, kesiapan belajar siswa juga memainkan peran penting. Kesiapan belajar mencakup aspek kognitif, emosional, dan fisik. Seorang siswa yang mengalami gangguan emosional, seperti stres atau kecemasan, mungkin tidak dapat berkonsentrasi dengan baik selama proses pembelajaran. Demikian pula, siswa yang mengalami kelelahan fisik karena kurang tidur atau faktor lain akan kesulitan untuk mengikuti pembelajaran dengan optimal. Faktor-faktor ini sering kali diabaikan dalam evaluasi hasil belajar, padahal memiliki dampak signifikan terhadap kemampuan siswa dalam memahami materi.

Konteks sosial dan lingkungan siswa juga menjadi faktor penting yang memengaruhi kebutuhan remedial. Misalnya, dukungan keluarga terhadap pendidikan anak dapat sangat beragam. Ada keluarga yang memberikan dukungan penuh, baik secara moral maupun material, untuk memastikan anaknya dapat belajar dengan baik. Namun, ada pula keluarga yang kurang memberikan perhatian terhadap pendidikan anak. Ketika siswa tidak mendapatkan dukungan yang memadai dari keluarga, mereka mungkin menghadapi kesulitan dalam memahami materi pelajaran di rumah, yang pada akhirnya memengaruhi performa mereka di sekolah.

Selain dukungan keluarga, lingkungan sekolah itu sendiri dapat menjadi penentu keberhasilan pembelajaran. Guru yang kurang mampu menjelaskan materi dengan jelas atau tidak responsif terhadap kebutuhan siswa dapat menyebabkan siswa kesulitan memahami materi. Kurangnya sarana dan prasarana belajar yang memadai, seperti buku pelajaran, alat peraga, atau akses ke teknologi, juga dapat menjadi hambatan bagi siswa untuk belajar dengan baik. Dalam kondisi seperti ini, kebutuhan untuk melakukan remedial menjadi semakin tinggi.

Di sisi lain, kurikulum dan evaluasi pembelajaran yang digunakan juga memiliki pengaruh besar. Kurikulum yang terlalu padat dan kurang fleksibel sering kali menyulitkan siswa untuk benar-benar memahami materi sebelum melanjutkan ke topik berikutnya. Proses evaluasi yang hanya berfokus pada hasil akhir tanpa mempertimbangkan proses belajar juga dapat memberikan tekanan tambahan kepada siswa. Ketika siswa merasa tertekan untuk mencapai nilai tertentu tanpa memahami konsep dasar, mereka cenderung hanya menghafal tanpa memahami. Akibatnya, ketika dihadapkan pada soal yang memerlukan pemahaman mendalam, siswa tersebut tidak mampu menjawab dengan baik.

Lebih jauh, budaya belajar siswa juga perlu diperhatikan. Dalam beberapa kasus, siswa mungkin merasa bahwa belajar hanya sekadar kewajiban untuk mendapatkan nilai yang baik, bukan sebagai proses untuk memperoleh pemahaman. Sikap ini dapat memengaruhi motivasi mereka untuk belajar. Ketika motivasi belajar rendah, siswa cenderung tidak berusaha untuk memahami materi secara mendalam, yang pada akhirnya meningkatkan kebutuhan untuk remedial.

Faktor lain yang sering diabaikan adalah pengaruh teknologi dan media sosial terhadap proses belajar siswa. Meskipun teknologi dapat menjadi alat bantu yang efektif dalam pembelajaran, penggunaan yang tidak terkontrol dapat mengalihkan perhatian siswa dari belajar. Misalnya, siswa yang terlalu banyak menghabiskan waktu bermain game atau menggunakan media sosial cenderung kurang fokus dalam belajar. Akibatnya, mereka mungkin tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik atau mempersiapkan diri untuk ujian, yang pada akhirnya memerlukan remedial.

Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini harus melibatkan berbagai pihak, termasuk guru, siswa, orang tua, dan pemerintah. Guru perlu meningkatkan kompetensi mereka dalam memahami gaya belajar siswa dan menggunakan metode pembelajaran yang variatif. Penggunaan teknologi dalam pembelajaran juga perlu dioptimalkan untuk menarik minat siswa dan memudahkan mereka memahami materi. Selain itu, guru perlu memberikan perhatian khusus kepada siswa yang menunjukkan kesulitan belajar dan memberikan bimbingan tambahan jika diperlukan.

Orang tua juga memiliki peran penting dalam mendukung pembelajaran anak. Mereka perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif di rumah dan memberikan dukungan moral kepada anak. Misalnya, dengan mengatur waktu belajar yang teratur dan memastikan anak mendapatkan istirahat yang cukup. Orang tua juga dapat bekerja sama dengan guru untuk memantau perkembangan belajar anak dan mencari solusi jika anak menghadapi kesulitan.

Dari sisi pemerintah, diperlukan kebijakan yang mendukung pembelajaran yang inklusif dan efektif. Penyediaan fasilitas belajar yang memadai, pelatihan guru, dan pengembangan kurikulum yang fleksibel adalah beberapa langkah yang dapat diambil. Pemerintah juga perlu mendorong penelitian dan inovasi dalam pendidikan untuk menemukan metode pembelajaran yang lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan siswa.

Secara keseluruhan, fenomena siswa yang tetap memerlukan remedial meskipun sudah belajar mencerminkan kompleksitas proses pembelajaran. Dibutuhkan pendekatan yang holistik dan kolaboratif untuk mengatasi permasalahan ini. Dengan memahami faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar siswa dan mengambil langkah-langkah yang tepat, diharapkan kebutuhan untuk remedial dapat dikurangi, sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna bagi semua siswa.


Posting Komentar

0 Komentar