Perbedaan antara Cari Muka dan Silaturahmi kepada Pejabat

Dalam kehidupan sosial, interaksi dengan orang lain merupakan bagian penting dari hubungan kemasyarakatan. Salah satu bentuk interaksi yang sering dilakukan adalah menjalin silaturahmi, baik dalam lingkup keluarga, teman, maupun dalam dunia profesional, termasuk dengan pejabat atau orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi. Namun, fenomena ini sering kali menimbulkan persepsi yang berbeda di masyarakat, terutama ketika silaturahmi dilakukan dengan tujuan tertentu yang mengarah pada kepentingan pribadi. Dalam konteks ini, muncul istilah "cari muka" atau "carmuk," yang memiliki konotasi negatif karena dikaitkan dengan upaya untuk mendapatkan keuntungan pribadi melalui pencitraan atau penjilatan kepada pihak yang lebih berkuasa.

 

Kajian ini akan membahas secara mendalam perbedaan antara "cari muka" dan silaturahmi ke pejabat, baik dari perspektif etika, sosial, dan budaya, serta relevansinya dalam kehidupan bermasyarakat.

Definisi Konseptual

1. Pengertian Cari Muka (Carmuk)

"Cari muka" atau "carmuk" merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku seseorang yang berusaha menarik perhatian atau mendapat simpati dari orang lain, khususnya pihak yang memiliki kedudukan lebih tinggi, dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi. Menurut psikologi sosial, tindakan ini berkaitan dengan "impression management," yaitu usaha seseorang untuk membentuk citra tertentu di hadapan orang lain agar mendapatkan perlakuan yang lebih baik (Goffman, 1959).

Tanda-tanda perilaku cari muka meliputi:

  • Berlebihan dalam memuji pejabat atau atasan meskipun tidak sesuai fakta.
  • Menampilkan loyalitas yang tidak tulus hanya demi keuntungan pribadi.
  • Menghindari kritik terhadap pihak yang berkuasa agar tetap disukai.
  • Menunjukkan kepura-puraan dalam sikap dan tindakan agar terlihat lebih baik dibandingkan orang lain.

Dari segi etika, perilaku ini sering dikritik karena dianggap tidak tulus, manipulatif, dan lebih mementingkan kepentingan diri sendiri dibandingkan dengan nilai kejujuran atau profesionalisme.

2. Pengertian Silaturahmi

Silaturahmi adalah konsep dalam budaya Islam dan masyarakat Indonesia yang merujuk pada upaya menjaga hubungan baik dengan orang lain. Kata "silaturahmi" berasal dari bahasa Arab ṣilat ar-raḥm, yang berarti "menghubungkan kasih sayang" (Al-Ghazali, 2011). Dalam konteks sosial, silaturahmi memiliki makna mempererat hubungan antarsesama, baik dalam keluarga, lingkungan kerja, maupun dengan pemimpin dan pejabat.

Ciri-ciri silaturahmi yang murni antara lain:

  • Bertujuan untuk menjalin hubungan baik tanpa pamrih.
  • Dilandasi oleh niat yang tulus, bukan sekadar mencari keuntungan pribadi.
  • Tidak menonjolkan diri atau kepura-puraan, melainkan interaksi yang jujur dan terbuka.
  • Memiliki dampak positif bagi kedua belah pihak, seperti meningkatkan kerja sama dan mempererat persaudaraan.

Dalam ajaran Islam, menjaga silaturahmi sangat dianjurkan dan dianggap sebagai bentuk ibadah yang membawa berkah dan memperpanjang umur (HR. Bukhari dan Muslim).

Perbedaan Cari Muka dan Silaturahmi ke Pejabat

Untuk memahami perbedaan keduanya secara lebih mendalam, dapat dianalisis dari berbagai aspek sebagai berikut:

1. Niat dan Tujuan

  • Cari muka: Dilakukan dengan maksud memperoleh keuntungan pribadi, seperti jabatan, proyek, atau perlakuan istimewa.
  • Silaturahmi: Bertujuan menjaga hubungan baik dan mempererat tali persaudaraan, tanpa adanya kepentingan tersembunyi.

2. Kejujuran dalam Interaksi

  • Cari muka: Cenderung berpura-pura dan tidak jujur dalam bersikap. Seseorang bisa saja memberikan pujian berlebihan atau menutupi kebenaran demi mendapatkan keuntungan.
  • Silaturahmi: Berlandaskan kejujuran dan ketulusan dalam menjalin hubungan sosial.

3. Dampak terhadap Lingkungan Sosial

  • Cari muka: Dapat menimbulkan kecemburuan sosial, ketidakadilan, dan ketidakpercayaan di lingkungan kerja atau masyarakat.
  • Silaturahmi: Mendorong keharmonisan dan mempererat hubungan baik antarindividu dalam lingkungan sosial.

4. Pandangan Etika dan Moral

  • Cari muka: Dalam banyak budaya dan etika profesional, carmuk dianggap sebagai tindakan yang tidak etis karena manipulatif dan merugikan orang lain.
  • Silaturahmi: Dianggap sebagai tindakan yang baik dan dianjurkan, terutama dalam budaya ketimuran yang mengedepankan nilai-nilai sosial dan kekeluargaan.

5. Contoh Kasus dalam Kehidupan Nyata

  • Cari muka: Seorang pegawai yang selalu memuji atasannya dengan tujuan mendapatkan promosi, meskipun kinerjanya biasa saja.
  • Silaturahmi: Seorang mantan mahasiswa yang mengunjungi dosennya setelah bertahun-tahun lulus tanpa maksud meminta rekomendasi atau keuntungan lainnya.

Analisis dari Perspektif Sosial dan Budaya

Dalam budaya Indonesia, fenomena "cari muka" dan silaturahmi memiliki latar belakang yang kompleks. Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai gotong royong dan hubungan sosial yang erat. Namun, dalam dunia kerja dan politik, praktik "cari muka" sering kali terjadi, terutama ketika seseorang ingin mendapatkan posisi strategis.

Dalam budaya feodalisme yang masih kental di beberapa instansi pemerintahan dan perusahaan, tindakan mencari muka terkadang dianggap sebagai cara untuk mendapatkan pengaruh dan kedudukan. Hal ini menjadi tantangan bagi etika kerja profesional di Indonesia, di mana meritokrasi (sistem berdasarkan prestasi) masih harus terus diperjuangkan.

Sebaliknya, silaturahmi tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan sosial, terutama di lingkungan yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Banyak hubungan kerja yang tetap terjalin baik karena adanya silaturahmi yang tulus, tanpa harus disertai motif tersembunyi.

Implikasi dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Dalam Dunia Kerja

Di lingkungan kerja, penting bagi seseorang untuk membangun hubungan baik dengan atasan dan rekan kerja. Namun, pendekatan yang digunakan harus didasarkan pada kejujuran dan profesionalisme. Berusaha menonjolkan diri dengan cara yang tidak sehat dapat merusak reputasi jangka panjang.

2. Dalam Politik dan Pemerintahan

Di dunia politik, praktik cari muka sering dikaitkan dengan fenomena "asal bapak senang" (ABS), di mana pejabat bawahan hanya menyampaikan informasi yang ingin didengar oleh atasannya, bukan kondisi sebenarnya. Hal ini dapat menghambat transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan.

3. Dalam Kehidupan Sosial dan Keagamaan

Dalam konteks sosial, penting bagi masyarakat untuk tetap menjaga nilai-nilai silaturahmi dengan niat yang baik. Silaturahmi yang tulus akan mempererat hubungan dan membawa manfaat jangka panjang, baik secara personal maupun komunitas.

Kesimpulan

Dari kajian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara "cari muka" dan silaturahmi ke pejabat. Cari muka lebih bersifat manipulatif, berpura-pura, dan memiliki tujuan kepentingan pribadi, sedangkan silaturahmi lebih didasarkan pada ketulusan dan niat baik dalam menjalin hubungan.

Dalam kehidupan sosial dan profesional, penting untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, transparansi, dan profesionalisme agar interaksi yang terjalin tidak hanya menguntungkan satu pihak, tetapi juga membawa manfaat bagi masyarakat secara luas.

Posting Komentar

0 Komentar