Seringkali manusia dalam menghadapi kehidupan cenderung mencari kenyataan hidup yang menyenangkan dan menghindari kesedihan. Kehidupan yang menyenangkan merupakan harapan setiap manusia, tetapi tidak semua kesenangan membawa kepada keberkahan dan keridhaan Allah SWT. Rasa syukur dalam kebahagiaan bukan sekadar mengucapkan "Alhamdulillah", tetapi juga harus dibuktikan dengan tindakan nyata yang bermanfaat bagi sesama, seperti membantu mereka yang kesulitan, memberikan bantuan kepada yang membutuhkan, dan bersedekah dengan keikhlasan.
Namun, tidak semua orang mudah mengorbankan harta yang diperoleh dengan susah payah. Sifat sayang terhadap harta seringkali membuat seseorang enggan berbagi. Hanya orang-orang yang memiliki keyakinan dan ketakwaan kuat yang mampu memberikan dengan ikhlas tanpa mengharapkan balasan atau pujian. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-Balad (90:12):
“Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu?”
Ayat ini mengajarkan bahwa hidup adalah perjuangan yang penuh ujian, baik dalam kesenangan maupun kesusahan. Salah satu bentuk perjuangan tersebut adalah kesediaan untuk membantu sesama, baik dengan harta, tenaga, maupun doa. Mengeluarkan harta yang diperoleh dengan susah payah merupakan ujian bagi hati manusia, apakah ia lebih mencintai dunia atau lebih mengutamakan perintah Allah SWT.
Orang-orang yang mencintai harta secara berlebihan cenderung melakukan berbagai cara untuk memperolehnya, tanpa memperhatikan halal atau haramnya. Mereka menjadi kikir dan enggan berbagi, karena menganggap harta sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan. Padahal, kebahagiaan sejati terletak pada ketenangan hati dan keberkahan hidup. Orang yang beriman dan bertakwa menyadari bahwa segala sesuatu yang dimilikinya hanyalah titipan dari Allah SWT dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Ujian dalam Bentuk Kesenangan
Tidak sedikit orang yang menganggap bahwa kesenangan adalah tanda kemuliaan dari Allah SWT. Padahal, dalam Al-Qur'an Surat Al-Fajr (89:15), Allah berfirman:
“Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata: ‘Tuhanku telah memuliakanku.’”
Ayat ini menegaskan bahwa kesenangan bukanlah ukuran kemuliaan seseorang di hadapan Allah, melainkan ujian. Mampukah seseorang bersyukur atas nikmat yang diberikan dan menggunakannya untuk kebaikan, atau justru menjadi sombong dan angkuh? Banyak orang yang memperoleh kemudahan hidup tetapi gagal memanfaatkannya sebagai sarana meningkatkan ketakwaan. Sebaliknya, mereka menjadi lalai dan lebih mementingkan dunia dibanding akhirat.
Seseorang yang memiliki kekayaan dan kemudahan hidup seharusnya lebih banyak berbagi. Ia dapat membantu sesama dengan berbagai cara, seperti:
Memberikan modal usaha kepada orang yang membutuhkan.
Membantu biaya pendidikan anak-anak yatim.
Menyediakan bahan makanan bagi fakir miskin.
Memberikan pertolongan kepada korban bencana alam.
Tindakan ini tidak hanya membantu sesama, tetapi juga mendatangkan ketenangan batin dan kebahagiaan sejati. Rasulullah SAW bersabda:
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain." (HR. Ahmad)
Orang yang benar-benar memahami hakikat kehidupan tidak akan merasa bangga dengan harta, jabatan, atau status sosial yang dimilikinya. Sebab, semua itu hanyalah titipan yang bersifat sementara. Yang benar-benar bernilai di hadapan Allah SWT adalah amal kebaikan yang dilakukan dengan ikhlas.
Ujian dalam Bentuk Kesusahan
Di sisi lain, kehidupan tidak selalu diwarnai kebahagiaan. Ada kalanya manusia diuji dengan kesusahan, seperti penyakit, kehilangan, musibah, atau kesulitan ekonomi. Namun, tidak semua orang mampu menerima ujian ini dengan kesabaran. Sebagian orang merasa bahwa kesusahan adalah tanda kehinaan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an Surat Al-Fajr (89:16):
“Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata: ‘Tuhanku telah menghinaku.’”
Ayat ini mengingatkan bahwa keterbatasan rezeki bukanlah tanda kehinaan, melainkan ujian dari Allah SWT. Manusia dituntut untuk bersabar dan tetap berprasangka baik kepada-Nya. Rezeki yang paling besar bukanlah harta, tetapi keimanan dan keislaman yang membawa keselamatan di dunia dan akhirat.
Orang yang bertakwa menyadari bahwa setiap kesusahan memiliki hikmah. Mereka tidak mudah mengeluh, tetapi tetap berusaha dan bertawakal kepada Allah SWT. Mereka juga tidak iri terhadap orang lain yang lebih kaya atau lebih beruntung, karena setiap manusia memiliki jalan hidupnya sendiri.
Mengatasi Ujian dengan Syukur dan Sabar
Baik dalam kesenangan maupun kesusahan, manusia harus mampu menerapkan dua sikap utama: syukur dan sabar. Syukur menjadikan seseorang lebih dermawan dan rendah hati, sementara sabar menjadikannya lebih kuat menghadapi cobaan hidup.
Banyak orang menganggap bahwa kesulitan adalah sesuatu yang harus dihindari, padahal kesulitan sering kali menjadi jalan menuju kemudahan. Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberinya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka." (QS. At-Talaq: 2-3)
Orang yang bersabar dalam kesulitan akan mendapatkan pertolongan Allah SWT. Ia juga akan memperoleh ketenangan batin karena menyadari bahwa segala sesuatu terjadi atas izin-Nya.
Menghindari Sikap Curang dan Mudah Putus Asa
Dalam menghadapi kehidupan, manusia sering kali tergoda untuk mencari jalan pintas yang tidak benar. Misalnya, dalam dunia pendidikan, banyak siswa yang menyontek saat ujian atau menyuruh orang lain mengerjakan tugasnya. Sikap seperti ini merusak karakter dan membentuk mentalitas yang tidak jujur.
Orang yang terbiasa berbuat curang sejak kecil akan sulit mengubah kebiasaannya saat dewasa. Mereka akan selalu mencari cara instan untuk meraih kesuksesan, meskipun dengan cara yang tidak halal. Oleh karena itu, penting untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran dan kerja keras sejak dini.
Kesulitan dalam belajar atau bekerja seharusnya tidak dijadikan alasan untuk berbuat curang. Sebaliknya, kesulitan adalah tantangan yang harus dihadapi dengan kesabaran dan usaha. Setiap keberhasilan yang diraih dengan usaha sendiri akan lebih bermakna dan membawa berkah.
Kesimpulan: Hidup adalah Perjuangan
Hidup adalah ujian yang terus berjalan, baik dalam bentuk kesenangan maupun kesusahan. Manusia harus menyadari bahwa segala sesuatu yang dimilikinya hanyalah titipan Allah SWT dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Oleh karena itu, setiap individu harus berusaha menjalani hidup dengan penuh kesyukuran dan kesabaran.
Orang yang mampu bersyukur akan menggunakan nikmat yang diterimanya untuk kebaikan, sementara orang yang bersabar akan menghadapi cobaan dengan keteguhan hati. Keduanya merupakan kunci kebahagiaan sejati yang tidak hanya dirasakan di dunia, tetapi juga di akhirat.
Marilah kita menjalani hidup dengan penuh kesadaran bahwa setiap tindakan kita akan memiliki konsekuensi di hadapan Allah SWT. Jadilah pribadi yang selalu berbuat baik dan menjadikan hidup ini sebagai ladang amal untuk bekal di kehidupan yang kekal nanti. Semoga kita semua termasuk golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat dan ridha Allah SWT. Aamiin.
0 Komentar