1. Mengharapkan Kesempurnaan
Apakah hidup ini harus sempurna dulu agar kamu bisa merasakan kebahagiaan? Apakah kamu berpikir bahwa kebahagiaan hanya akan datang ketika kamu memiliki banyak uang, terkenal, memiliki pekerjaan bagus, atau keuntungan bisnis yang melimpah?
Sampai kapan kamu akan menunggu? Sementara teman-temanmu sedang asyik bercengkrama, tertawa bersama istri atau suami dan anak-anak mereka dalam rumah kontrakan yang sempit. Lihatlah Pak Guru di seberang rumahmu, yang selalu merasa bahagia karena bisa rutin berbagi rezeki kepada panti asuhan dari gaji kecilnya yang hanya sepersepuluh dari penghasilan kita.
Dunia ini sudah penuh sesak oleh mereka yang mengeluh bahwa mereka belum bisa bahagia karena belum menikah, belum punya anak, belum memiliki rumah sendiri, atau belum mempunyai penghasilan tetap. Percayalah, jika sikap ini tidak segera diubah, maka saat kamu sudah menikah, memiliki anak, sudah punya rumah sendiri, atau penghasilan tetap pun, kamu tetap tidak akan merasa bahagia. Karena kamu akan terus menginginkan lebih dan lebih lagi.
Berikut adalah beberapa kalimat yang sering diucapkan oleh mereka yang terus menanti kesempurnaan sebelum merasa bahagia:
"Nanti kalau saya kaya, saya akan menyumbang lebih banyak."
"Nanti kalau saya sudah tobat, saya akan rajin ibadah."
"Nanti kalau saya sudah punya pekerjaan yang bagus, pasti saya akan lebih percaya diri."
"Nanti kalau dia mau berubah, saya baru akan memaafkannya."
"Nanti kalau saya punya mobil, saya akan lebih rajin ke masjid."
"Nanti kalau sudah punya rumah sendiri, baru saya bisa hidup lebih tenang."
Jika kamu terus berpikir seperti ini, kapan kebahagiaan itu akan datang? Hidup ini tidak menunggu hingga semua sempurna. Jika kamu menunggu segalanya ideal, kamu akan kehilangan banyak momen berharga yang bisa memberikan kebahagiaan sejak sekarang.
2. Membandingkan Hidup dengan Orang Lain
Begitu banyak orang menghabiskan waktu hanya untuk membandingkan diri mereka dengan orang lain. Mereka sering berkata, "Pantaslah dia bahagia, rumahnya lebih bagus, istrinya lebih cantik, gajinya lebih besar, wajahnya lebih tampan, keluarganya terpandang, pekerjaannya di perusahaan bonafid, sedangkan saya?"
Semakin sering kamu membandingkan hidupmu dengan orang lain, semakin jauh kamu dari kebahagiaan. Faktanya, membandingkan hidupmu dengan orang lain tidak akan mengubah keadaan. Yang ada, kamu hanya akan merasa semakin kurang dan tidak puas dengan apa yang kamu miliki.
Kisah Petani dan Pengendara Mobil Mewah
Seorang petani dan istrinya berjalan pulang dari sawah di bawah guyuran hujan. Mereka bergandengan tangan, menikmati kebersamaan. Tiba-tiba, sebuah sepeda motor melintas di depan mereka. Petani itu berkata kepada istrinya, "Lihatlah Bu, betapa bahagianya pasangan itu. Meski mereka kehujanan, mereka bisa cepat sampai di rumah. Tidak seperti kita yang harus berjalan jauh."
Sementara itu, pengendara motor yang melihat sebuah mobil pick-up mendahului mereka berkata kepada istrinya, "Sayang, lihat betapa bahagianya mereka yang berada di dalam mobil itu. Mereka tidak perlu kehujanan seperti kita."
Di dalam mobil pick-up, seorang pria berkata kepada istrinya ketika sebuah mobil sedan mewah mendahului mereka, "Betapa bahagianya mereka yang mengendarai mobil mewah itu. Nyaman sekali pasti rasanya, tidak seperti mobil kita yang sering mogok."
Sementara itu, pria kaya di dalam mobil sedan mewah memandang ke luar jendela dan melihat petani yang bergandengan tangan. Dia berkata dalam hati, "Betapa bahagianya pasangan itu. Mereka terlihat begitu mesra dan menikmati hidup bersama, sementara aku dan istriku terlalu sibuk dengan pekerjaan kami."
Dari kisah ini, kita belajar bahwa kebahagiaan tidak terletak pada apa yang kita miliki, tetapi pada bagaimana kita bersyukur atas kehidupan kita.
3. Terlalu Bergantung pada Omongan Orang Lain
Orang yang selalu bergantung pada penilaian orang lain ibarat barang elektronik yang remote-nya dikendalikan oleh orang lain. Kebahagiaan mereka bergantung pada pujian orang lain. Ketika dipuji, mereka melayang, tetapi saat dikritik, mereka langsung merasa minder dan tidak berharga.
Beberapa contoh perkataan orang lain yang sering merusak motivasi adalah:
"Kamu kan cuma pegawai biasa."
"Kamu cuma ibu rumah tangga."
"Kamu hanya lulusan sekolah menengah, jangan berharap lebih."
Jika kamu terus mendengarkan omongan orang lain, kamu tidak akan pernah mencapai kebahagiaan sejati.
Orang-orang seperti ini sering kali menghabiskan waktu mereka untuk menanggapi komentar negatif yang bahkan belum tentu benar. Mereka takut tidak mengikuti pendapat orang lain karena takut dihakimi atau dikucilkan.
Agar bisa bahagia, mulailah menjalani hidup berdasarkan apa yang benar-benar kamu inginkan dan bukan karena tekanan atau ekspektasi orang lain.
4. Berpikir Negatif terhadap Orang Lain dan Keadaan
Tipe orang yang satu ini selalu melihat sesuatu dari sudut pandang negatif. Mereka lebih senang mengkritik daripada mencari solusi. Mereka merasa puas jika bisa mengungkapkan penilaian negatif terhadap orang lain.
Ciri-ciri orang yang berpikiran negatif bisa dikenali dari perkataan mereka:
"Dia dapat promosi karena suka cari muka."
"Kalau bukan karena saya, dia itu tidak akan sukses."
"Kalau tidak korupsi, dari mana dia bisa dapat uang sebanyak itu?"
"Negara ini sudah hancur, kita bikin tambah kacau saja."
"Sok tahu banget sih, kayak dia paling hebat saja."
Orang seperti ini tentu saja sulit merasakan kebahagiaan. Aura negatif yang mereka pancarkan membuat lingkungan sekitar mereka ikut menjadi tidak nyaman. Jika kamu ingin bahagia, jauhi orang-orang yang suka berpikiran negatif.
5. Cara Sederhana untuk Hidup Bahagia
Berikut beberapa kebiasaan sederhana yang bisa membuat kamu merasa lebih bahagia:
Bersyukur atas apa yang kamu miliki, sekecil apa pun itu.
Berhenti membandingkan hidupmu dengan orang lain.
Fokus pada hal yang bisa kamu kendalikan dan lepaskan hal-hal yang di luar kendalimu.
Lakukan kebaikan sekecil apa pun, baik kepada manusia maupun makhluk lain.
Kurangi ketergantungan pada validasi orang lain dan jalani hidup sesuai dengan apa yang benar-benar membuatmu bahagia.
Berhenti menunda kebahagiaan, karena hidup ini terlalu singkat untuk menunggu segalanya sempurna.
Suatu hari, kita semua akan menyesal jika tidak cukup bersyukur dan tidak cukup berbuat baik. Jangan sampai kebahagiaan yang sebenarnya sudah ada dalam genggamanmu menjadi sesuatu yang kamu sadari hanya setelah semuanya terlambat.
0 Komentar